Senin, 27 juni 2011 @ kafe bokap.
Di senin yang agak cloudy itu, team memutuskan untuk bertemu di kafe bokap samping bekas bangunan Pangrango Plaza. Bukan kafe yang sebenernya sih—hanya warung sederhana tapi nyaman dan udah jadi basecamp para lelaki bokap. Kita kumpul harusnya pukul 2, tapi karena satu dan lain hal, gue sendiri baru datang pukul 3. Begitu sampai bokap ternyata sudah ada manusia-manusia macam Mawar, Anwar, Miro, Indra, Ambon, dan Hanif. Tapi yang berangkat jadinya Gue, Mawar, Indra, Hanif, Aisah dan satu lagi teman gue yang bernama Buntang.
Sekitar jam 5 sore kami langsung ngesot menuju stasiun Bogor yang terletak di samping taman topi dan di depan PLN dengan biaya angkot Rp 2.000,-. Dari stasiun kami bergerak membeli tiket kereta ekonomi ke stasiun Jakarta Kota, tiketnya Rp 2.000,-. Setelah dua jam yang agak membosankan di dalam kereta, akhirnya pukul setengah delapan kurang kami sampai Jakarta Kota dan sempat berpikir untuk membeli logistic lagi karena logistic yang kami bawa dirasakan kurang. Kan lebih baik lebih daripada kurang nanti bingung, tapi ujung-ujungnya kami hanya membeli air lagi. Haha
Keluar dari stasiun, kami menyebrang dan menunggu mikrolet 02—tau mikrolet tau bus dah—lewat. Berhubung gue buta dengan ibukota, gue gak tau nama tempat gue turun itu apa. Pokoknya pertigaan gitu, nah dari situ pokoknya kalau udah nemu angkot 11 atau 01 yang menuju muara angke langsung aja naik, tapi coba Tanya dulu. Ongkos 02 dan 11 masing-masing adalah Rp 2.000,-. Setibanya di Muara Angke yang baunya luar biasa itu, kami langsung mencari tempat makan. Yang penting makan deh. Kisaran harga makaran disini ya diatas Rp 5000,-. Kalau mau pecel-pecelan paling Rp 9.000 – Rp 10.000,-. Kalau nasi goreng dan segala di goreng sekitar Rp 7.000,-. Jadi, pilihan anda tergantung selera.
Selesai makan sekita jam 9 kurang, kami bergerak mencari masjid tempat kami menginap. Luar biasa yah Muara Angke bener-bener bau bangke. Aaa—gak kuat gue baunya segala rupa. Gue sarankan ketika lo ke sana, cobalah bawa masker ya. Buat yang gak biasa nyium bau gitu, masker berguna banget. Atau kalau kelupaan, coba gunakan baju yang pewanginya masih nempel haha lumayan ngebantu loh.
Masjid tempat kita menginap letaknya sebelah kiri dari gerbang ke muara angke. Mesjidnya bersih kok dan bagus menurut gue, tapi kalau mau menginap gue sarankan minta ijin dulu yah sama pengurusnya biar kita sama-sama enak. Namanya aja didaerah orang, cu. Haha Indra dan Hanif bergerak minta ijin kepengurus masjid dan untungnya dibolehin. Baik kok pengurusnya. Yah akhirnya, mesjid Muara Angke itu menjadi tempat peristirahatan kami malam itu sebelum merapat ke Tidung esok harinya.
Selasa, 28 juni 2011 @ Muara Angke
Pukul 5 pagi, gue dibangunkan oleh Mawardah karena sudah shubuh dan yang lainnya juga sudah bangun. Asli, gue tidur paling nyenyak dan paling akhir bangunnya. Tumben. Setelah sholat shubuh, kami packing dan bersiap merapat ke dermaga. Dan.. doh muara angke baunya gak abis-abis. Bau segala rupa ada.
Ditengah perjalanan ada sedikit kejadian yang membuat kami menahan tawa kasian. Ada insiden kecil yang terjadi antara Hanif dan selokan. Hehe oke akan gue skip.
Jam enam kami sudah mulai naik kapal dan nyari tempat enak unutk menghabiskan 3 jam yang agak monoton. Dengan ongkos Rp 33.000,- kita sudah bisa ke pulau Tidung. Tips nya adalah.. kalau bukan musim libur, kapal yang berangkat menuju Tidung hanya satu kali sekali yaitu antara pukul 7 – 8 pagi jadi diusahakan jangan telat ya. Nah kalau musin liburan begini, katanya ada 2 keberangkatan dari Muara Angke yaitu pukul 7-8 dan 13. Sebenarnya ada lagi tempat keberangkatan menuju Tidung yang lain, yaitu dari Pantai Marina. Harganya juga hampir sama tapi kita harus bayar biaya masuk ke ancol dulu dan sayangnya itu speed boat hanya untuk 20 orang tapi itu yang ngantri banyak. Jadi, sebenernya lebih irit yang dari Muara Angke meski baunya gak ketulungan dan waktu yang lebih lama. Ya gak apalah ya pengalaman.
Di kapal itu ternyata banyak abg-abg yang mau liburan. Doh dasar abg suka caper. Sekitar jam 10an, kapal yang kami tumpangi pun merapat di dermaga Pulau Tidung. YESSSSS GUE DI TIDUNG!!!!!!!
Begitu turun kapal, kami langsung berjalan kaki menuju Tidung kecil. Di Tidung besar, gak ada mobil, adanya hanya becakmotor, motor, dan sepeda. Jalanannya memang tak terlalu besar. Di sebelah kanan kita bisa melihat laut dan sebelah kiri ada beberapa rumah penduduk. Tidung besar memang merupakan pulau yang kehidupannya lumayan ramai. Kalau gak salah ada sekitar 3000-an penduduk. Kalau gak salah ya.. coba nanti saya check lagi d google. Hehe namun, perumahan juga gak terlalu banyak kok karena semakin jauh berjalan pulaunya makin sempit jadinya di kiri dan kana kita dapat melihat laut karena Tidung besar memang gak terlalu lebar tapi terbuka. Butuh waktu setengah jam untuk sampai di ujung tidung besar dekat jembatan cinta yang menghubungkan tidung besar dan tidung kecil. Asli itu indah banget.. lautnya bening.
Tanpa berlama-lama, kami langsung menaiki jembatan cinta. Dari sana.. lautan keliatan banget. Laut dibawah jembatan juga indah banget bening. Kita bisa melihat ganggang, koral, dan ikan-ikan kecil yang berenang-renang. Saking excitednya, gue sampe teriak-teriak di jembatan itu. Asli keren banget. Oh ya, hati-hati selama berjalan dijembatan cinta karena kondisi jembatannya sudah agak keropos termakan air dan udara. Sayang sekali ya.. harusnya kita bisa nikmatin perjalanan dengan full tapi karena kondisi jembatan yang agak mengkhawatirkan, kita jadi harus membagi perhatian mata ke jembatan. Memang sih gak parah-parah banget—tapi ya kan ngeri aja kalau tiba-tiba keropos dan kita terjatuh. Hehe
Jembatan yang menghubungkan tidung besar dan kecil itu panjangnya entahlah tapi yang jelas agak lumayan jauh juga. Yah tapi kalau sambil dinikmati gak akan kerasa kok. Begitu sampai di tidung kecil, hanya ada jalan setapak ke kanan jadi kita tinggal ikutin jalan aja. Di Kecil ini hutannya masih agak lebat jadi hanya dibagian kanan aja kita bisa langsung lihat laut. Menurut pengamatan gue, Kecil lebih lebar daripada Besar deh. Setelah beberapa meter jalan, nanti kita akan menemukan bangunan tempat konservasi gitu (katanya—gue gak sempet nanya-nanya sih hehe) yah pokoknya itu tempat yang ada kehidupannya di Kecil karena sesudah itu yang ada ya hutan lebat. Di tempat itu disediakan tempat duduk-duduk dan Cuma ada satu yang jualan minuman. Memang Kecil lebih sepi di banding Besar karena mitos mitos dan cerita yang berkembang di masyarakat setempat.
Kami berdiam diri disitu menghayati pemandangan dan indahnya laut. Ada hal yang sangat gue sayangkan di tidung kecil, indah tapi banyak sampah mengapung. Sedih liatinnya, bungkus mie, permen, botol minum, sandal, sepatu, tas bahkan kasur aja ada di pinggir pantai. Kaya gak keurus tapi katanya ada tempat konservasinya. Sembari nikmati pantai sesekali gue pinggirin sampah yang mengapung. Ckck tempat indah begini tapi banyak sampahnya. Kasian para makhluk laut.
Sekitar pukul 12 siang kami makan siang dengan menu nasi goreng lada sosis dan minumnya jasjus melon. Mantap. Karena cuaca tepi pantai adem ayem dengan semilir angin, tiba-tiba hasrat ingin tidur begitu besar. Haha tapi sayang banget kalau waktunya dihabiskan untuk tidur siang. Jadinya, gue dan anak-anak wanita berfoto-foto aja di pantai sementara hanif merenung dan indra tidur.
Jam 2 siang, kami semua bergerak lagi kea rah hutan tapi menyusuri pantai untuk mencari tempat kemah, soalnya kalau di temat yang ada bale gitu bayar, whooooaa yasudah jadi kami memutuskan untuk membangun kemah di tempat anak-anak dulu. Tempatnya lumayan lega, gak di pinggir pantai banget, at least kalau pasang tendanya gak kebawa air karena datarannya agak tinggi meski hanya beberapa meter dari garis pasang.
Selesai bangun tenda, hanif dan indra pamit mau ke tidung besar katanya mau berenang dan pastinya nyari pembakar duit. Yowes. Akhirnya, gue, mawar, buntang, dan aisyah gelar ponco pinggir pantai sambil nyemil dan nyeduh jasjus melon lagi ditambah dengan iringan lagu kahitna. Asli. Enak banget suasananya. Adem ayem. Berasa liburan meskipun kere. Kami santai-santai kaya di pantai. Leyeh-leyeh sambil nikmati suara debur ombak dan perasaan melankolis haha tapi itu gak lama, soalnya air udah mulai pasang dan lapak kita harus bergeser terus biar gak kena air. Ujung-ujungnya malah foto dan main air. Ahay.
Tiba-tiba cuaca berubah seketika, angin gedebuk bener-bener gedebuk banget. Serem, mana pake geluduk kecil. Akhirnya anak-anak gue paksa untuk masuk tenda daripada kenapa-napa. Di dalem tenda, kita bingung mau ngapain karena kita gak bawa alat permainan. Ujung-ujungnya ngobrol ngelor ngidul eh tapi gue malah ketiduran. Hehe bangun-bangun indra hanif udah dateng. Entah gimana awalnya, ujungnya pada masak, lagi-lagi menunya adalah nasi goreng sosis lada. Haha maklum, makanan seadanya karena kami bawa lauk sedikit.
Hari itu berakhir dengan tidur nyenyak—nyenyak banget buat gue. Haha
to be continued -> Tuding Tidung II